Keberadaan "diri" yang sejati nya melawan kosmik pikiran yang ada di masyarakat mayoritas, kadang membuat diri yang sejati nya hilang tak terlihat ataupun tidak tumbuh, dia ada tapi tiada... atau menjadi kesia-sia an. Karena kita terlalu di sibukan dengan kosmiknya pikiran mayoritas yang disebut ilusi atau halu bahasa sehari-hari nya. Tidak semua masyarakat umum mengerti dan paham, apa artinya keberadaan diri yang sejati nya, karena dia tidak terlihat dan itu mesti di gapai dengan cara di ambil dari dalam lautan diri kehidupan yang ada di dalam diri kita snediri. Untuk melampaui ombak nya laut kehidupan di dalam diri itu lebih dahsyat ombak nya dari pada laut yang sesungguh nya, atau laut dari hasil pemikiran ilusi nya masyarakat kebanyakan. Hampir semua cara pandang masyarakat umum, bahwa yang di sebut sukses adalah hal-hal duniawi dsb nya, maka tidak heran kejahatan, penyimpangan nilai-nilai dan lainnya menjadi sebuah akar permasalahan yang di sebut "epidemic ...
Mengalami beberapa perubahan atau mengalami hal untuk meningkatkan kesadaraan, letak nya bukan di pikiran atau di mentalitas. Tetapi kesadaraan berada di dalam hati yang terdalam. Setiap hal-hal yang terjadi merupakan ujian sekolah di kehidupan ini. Apakah aku ( aku untuk self / jiwa / ego state ) sang aku EGO yang ber-hawa nafsu selalu ingin menguasai dan me-men-jarakan atau men-jauh-kan AKU. AKU bukan si ego tapi AKU lah yang lebih tinggi. TUHAN selalu memanifestasikan diri Nya yang Besar dan Agung untuk sesuatu yang lebih konkret dan permanen. Tapi aku sang EGO selalu berusaha lari dan mencari jawaban untuk mengakui sang AKU yang abadi itu. Perjalanan ke dalam diri selalu nya di-indetifikasi-kan dengan selalu mengenal diri terlebih dahulu, tetapi bagaimana mungkin kita mengenal diri kalau diri kita penuh dengan amarah? dusta? dendam dan hal-hal lainnya yang berpotensi bukan saja menyakiti diri tapi juga menyakiti orang lain? Perilaku pun jauh dari nila...
D i minggu pagi tertanggal 10 Januari 2021 adalah hari dimana saya memutuskan untuk membaca ulang tulisan yang pernah saya tulis. Karena menulis merupakan salah satu cara mediasi yang saya gunakan bagi diri sendiri. Karena jaman digital makanya menulis pun sangat jarang lagi menggunakan pena dan kertas, walau cara jadul atau old school kadang, memiliki nilai lebih. Kalau di pikir-pikir dari jaman saya masih menjadi anak kecil, menulis di diary adalah hal kebiasaan bagi saya untuk belajar memproses perasaan, dan pikiran yang ada dari internal diri sendiri. Pada akhirnya adalah pada mulanya , adalah tulisan yang baru ingin saya lanjut kan tapi terhalang banyak kesibukan di luar diri, di dalam pekerjaan, urusan domestik, dan pembelajaran, membuat waktu untuk menulis agak tersendat. Perjalanan ke dalam diri tidak sama dengan melakukan kesibukan di luar diri yang bersifat kebiasaan, automatis dan sudah ter-program dari kehidupan sehari-hari untuk sebuah kehidupan yang semua orang...
Comments